Jumat, 28 Februari 2014

[FanFic] Growing Up



Author: Genie

Rating: PG

Duration: oneshot

Genre: angst,family

Cast: Baekhyun-centric

Summary: "Byun Baekhyun tidaklah terlahir dari keluarga bergelimpang harta"

A/N: I sugges you to listening to missing you by 2NE1 while reading and please, blame zhang yixing because he can’t stop talking about yanggu. Have fun! – Genie.


***


Memenangkan perdebatann dengan anak kecil adalah salah satu hal yang paling mudah di lakukan selain bernafas. Cukup berikan iming-iming sebuah permen lolipop atau mainan terbaru maka…. Viola! Jerit tangisan mereka yang memekakan telinga seketika berhenti.


Tidak terkecuali Byun Baekhyun.


Keputusan kerasnya menolak pindah dari Seoul ke Yanggu akibat tuntuan pekerjaan ayahnya seketika melebur hanya karena di janjikan sebuah mainan mobil-mobilan keluaran terbaru. Yeah,Yanggu tidak terlalu buruk kalau dia punya mainan itu bersamanya pindah kesana, kan? Mungkin juga dia bisa sedikit memamerkan mainannya kepada anak-anak di sana yang notabennya bisa di bilang anak kampung.


Dia baru duduk di bangku kelas dua sekolah dasar ketika itu terjadi, beradaptasi dengan lingkungan baru bukanlah satu masalah besar baginya. Byun Baekhyun selalu bisa membaur sempurna dalam berbagai macam situasi dan benar saja. Belum ada sehari menginjakkan kaki di sekolah baru dia sudah menjadi pusat perhatian. Maklum, jarang sekali ada anak dari Seoul mau pindah ke Yanggu.


Baekhyun benar-benar menikmati semua perhatian yang di limpahkan padanya. Menjawab semua pertanyaan-pertanyaan lugu tentang seperti apa Seoul dengan senyuman memenuhi wajah. Percampuran antara banggapun bahagia. Padahal, dirinya sendiri masih terlalu kecil untuk mengingat seperti apa rupa Seoul sebenarnya.


Well, pindah ke Yanggu tidaklah buruk?

.

.

.

Well, pemikiran tersebut mulai di pertanyakan lagi ketika Baaekhyun mulai beranjak dewasa. Pindah ke Yanggu tidaklah buruk? Uh, nampaknya dia salah. Dia memang suka udara alami Yanggu tanpa percampuran asap polusi kendaraan. Dia suka memanjat pegunungan Yanggu setiap akhir pekan, dia suka masakan sang nenek.


Namunseiring bertambahnya usia, alasan semacam itu tidak cukup kuat untuk menahan Baekhyun tinggal lebih lama di sini. Bagaimanapun Yanggu hanyalah sebuah provinsi kecil yang susah berkembang sedangkan dia ingin terus berkembang. Dia sudah bosan menghabiskan waktu sepulang sekolah di warnet, dia mau pergi ke Mall yang tidak Yanggu miliki. Dia sudah bosan dengan tidak adanya tempat yang bisa dia kunjungi ketika malam tiba.


Byun Baekhyun sudah bosan dengan Yanggu.


Karena itulah, bermodalkan niat dan nekad pada satu malam di akhir pekan setelah makan malam dia mengutarakan keinginannya untuk kembali ke Seoul kepada orang tuanya. Butuh waktu sedikit lama, berisikan pertanyaan apakah dia yakin dengan keputusannya barulah kedua orang tua menyetujui keinginan anak sulung mereka.

***

Ketika memutuskan kembali ke Seoul Baekhyun tahu betul risikonya. Tinggal sendiri di sebuah apartemen tanpa orang tua serta adiknya, Sehun. Beruntung, Baekhyun bukanlah tipikal anak manja, yang harus di teriaki untuk bangun pagi. Mungkin juga karena fakta bahwa dia adalah anak pertama membuatnya biasa mandiri juga bertanggung jawab sejak usia dini.


Kepindahannya ke Seoul terlaksana setelah dia tamat SMP, atas bantuan pamannya dia berhasil masuk ke salah satu SMA terbaik milik Seoul. Atas bantuan ibunya dia mendapati sebuah apartemen yang tidak terlalu jauh dari sekolah. Cukup naik bus satu kali. Masih dengan bantuan sang ibupun Baekhyun membereskan isi apartemen, atas bantuan ayah dan Sehun dia mengatur isi apartemen.


Satu hari penuh, keluarga Byun menghabiskan waktu bersama penuh canda dan tawa sambil menata kamar baru Baekhyun.


“hei, Sehun” panggil Baekhyun di antara aktifitas adiknya memasukkan barang dalam bagasi mobil.


“sekolah yang benar, sering-sering bantu ibu di kedai, jangan terlalu sering begadang menonton sesuatu yang tidak terlalu penting”


“menonton sesuatu yang tidak penting? Maksudmu, Hyung?” Tanya Sehun, mengangkat kotak terakhir berwarna coklat berukuran sedang.


“oh please, Sehun. Jangan pura-pura bodoh. Aku pernah sepertimu, apalagi Donghae hyungtahu kau adikku dia pasti dengan senang hati memberi tanpa harus kau meminta” kotak yang Sehun bawa hampir terjatuh, kepalanya berputar kelewat cepat menatap Baekhyun, kedua irisnya melebar sempurna mendengar kalimat barusan.


“Hyung!” pekik Sehun dan Baekhyun tertawa. Dia pasti akan sangat rindu menggoda adiknya seperti ini. Sehun adalah satu-satunya adik yang dia punya. Perbedaan usia di antara keduanya hanya terapaut angka dua tahu. Karena itu hubungan mereka sangat amat dekat. Mengingat keduanya laki-laki. Berbagai sudah seperti hal paling normal bagi mereka. Dari makanan, pakaian, kamar, komik, hingga pakaian dalam.


Berbanding terbalik dengan kepribadian supel Baekhyun, Sehun lebih cenderung pendiam. Kendati begitu tetap saja dia menjadi pemuda paling popular di sekolah terutama pada kalangan remaja wanita.


“kami melewatkan sesuatu?” tau-tau nyonya Byun sudah berdiri di samping Baekhyun, merangkulnya untuk lebih dekat seraya tersenyum hangat. Ah, dia juga pasti akan sangat merindukan senyuman ini.


“TIDAK!” sambar Sehun. Lagi-lagi ke lewat cepat. Khawatir hyungnya mengatakan sesuatu yang tak seharusnya kedua orang tuanya tahu. Bukan apa-apa, rasanya aneh saja membahas tentang film dewasa di depan orang tua sendiri meskipun hal itu normal, Sehun kan bukan anak-anak lagi. Malah kalau mau di lihat dari postur tubuh dia lebih tinggi dari Baekhyun. Jauh lebih tinggi sih sebenarnya….


Baekhyun tertawa untuk kedua kali di dalam pelukan sang ibu. Menghirum sebanyak-banyaknya aroma wanita yang paling dia sayangi sebagai pasokan pelepas rindu. Seakan tahu apa yang ada di pikiran anaknya, nyonya Byun balas memeluk Baekhyun erat “hati-hati, oke? Selalu ingat beribadah, pergaulan di sini lebih berbahaya jangan sampai terjerumus hal-hal buruk, Baekhyun”


“tentu bu, tentu” melepaskan pelukan dari ibunya, Baekhyun beralih ke sang ayah. “jangan menghamili gadis di luar nikah, Byun Baekhyun” kata tuan Byun membuat sisa keluarga lainnya menyemburkan tawa. Astaga, dia pasti akan merindukan ini juga, lelucon sang ayah yang tidak pernah gagal menghasilkan tawa.


Tidak perduli seburuk apapun leluconnya.


Tuan Byun bagi Byun Baekhyun lebih dari sekedar sosok ayah, lelaki lanjut usia itu bisa menjadi pendengar setia kala dia butuh, bisa menjadi lelaki lanjut usia dengan pemikiran layaknya remaja seusia Baekhyun. Dia begitu mengagumi sosok sang ayah, bekerja tanpa mengeluh demi keluarga. Selalu menyediakan satu hari dalam seminggu untuk berkumpul bersama keluarga demi menjaga keharmonisan. Dan lebih dari semua itu yang paling membuat dia heran, bagaimana cara sang ayah bisa menatap ibunya seolah-olah baru pertama kali jatuh cinta? Bukankah jarang di usia mereka masih sanggup melakukan hal-hal layaknya pasangan baru?


Baekhyun mau seperti itu kelak. Ketika dia memiliki keluarganya sendiri, dia akan menjadi ayah idaman bagi anak-anaknya, memenuhi kewajiban menafkahi keluarga penuh tanggung jawab dan menjadi suami yang tak akan pernah lelah mencintai istrinya.


Ya, suatu hari dia pasti bisa.

***

Byun Baekhyun tidaklah terlahir dari keluarga bergelimpang harta.


Dulu sebelum pindah ke Yanggu ayahnya hanya seorang pekerja kantor biasa yang terpaksa harus mengundurkan diri karena kantor membuat peraturan baru, setiap karyawan minimal lulusan strata 1 dan ayah Baekhyun hanyalah seorang lulusan SMA. Tidak pernah mengenyam pendidikan bangku kuliah. Meskipun begitu baik Baekhyun maupun Sehun tidak pernah merasa kekurangan, mereka selalu bersyukur.


Lalu di Yanggu tuan Byun mengurusi usaha toko milik keluarga, nyonya Byun membuka kedai ramen, dari sanalah uang mereka mengalir. Tidak berlimpah tetapi cukup memenuhi kebutuhan keluarga. Makanya, Baekhyun sedikit terhenyak kala melihat sekolah barunya ini.


Sekolah terbaik Seoul? Mungkin pamannya salah bicara atau memang Baekhyun yang salah dengar, lantaran ketimbang di bilang sekolah terbaik Seoul sekolahnya ini lebih tempat di bilang sekolah termahal Seoul. Gerbang masuk saja berwarna emas! Halamannya tiga kali lebih lebar dari pada lapangan sepak bola Yanggu dan jangan tanyakan bentuk gedungnya seperti apa. Dia sendiri tidak tahu harus menggambarkannya dengan kalimat apa.


Dan seakan itu masih belum cukup, semua siswa-siswi turun dari mobil mewah yang kebanyakan di kendarai supir sedangkan Baekhyun? Dia. Naik. Bus. Astaga, dia harus membicarakan masalah ini pada orang tuanya! Baekhyun sadar betul, kepindahannya ke Seoul sudah menambah pengeluaran ekonomi keluarga dan bersekolah di sekolah macam ini tentu saja semakin memberatkan! Padahal di sekolahkan di sekolah biasapun dia tidak masalah.


Malah bersekolah di sekolah elite macam ini membuatnya kurang nyaman. Anak-anak yang sedari dini sudah biasa di manjakan dengan materi biasanya akan memilih sahabat yang datang dari golongan sama seperti mereka. Baekhyun benci mengakuinya, namun hal ini membuatnya sedikit kecil hati.


Padahal di Yanggu dia bisa berteman dengan siapa saja…..


“Hai!” sebuah suara cempreng mengembalikan Baekhyun dari lamunan. Di hadapannya berdiri pemuda setingginya, mengenakan seragam sama serta senyuman ramah melukis wajah tampannya. “kenapa melamun? Sebentar lagi bel loh, mau masuk bersama?” si pemuda bersurai coklat itu bersuara lagi.


Mulut Baekhyun sudah terbuka setengah siap menjawab ketika tiba-tiba suara lain mengintrupsi.

“Jongdae!!!” seorang pemuda tinggi, lebih tinggi dari Sehun tengah berlari kecil menujunya, raut wajahnya nampak bahagia, seperti bertemu sahabat baik yang sudah lama tak bersua.


Dan benar saja! Pemuda tinggi itu langsung menarik sosok pemuda di hadapan Baekhyun tadi kedalam pelukan erat. Senyumannya semakin lebar. “Kim Jongdae!!! You have no idea how much I miss you!!!!”


“uh-uh sekarang aku tahu, Chanyeol. lepas, sesak tahu”


“ups, maaf” Chanyeol—si pemuda jangkung melepas pelukan sebelum akhirnya  pandangannya jatuh pada Baekhyun. Beberapa detik di habiskan berkedip-kedip sebelum senyuman lebar nampak di wajahnya, menyapa Baekhyun riang “halo! Astaga tidak sadar ada orang lain. Namaku Chanyeol, Park Chanyeol”


“hei! Aku duluan yang bertemu dengannya. Minggir!” yang tadi di panggil Kim Jongdae, mendorong tubuh kurus Chanyeol sehingga kini dia kembali berhadapan dengan Baekhyun.


“namaku Jongdae, Kim Jongdae”


“well, hello aku Baekhyun. Byun Baekhyun”


“Baekhyun, aku Chanyeol!”


“bodoh, dia sudah tahu. Abaikan saja, Baekhyun. Ayo masuk kita harus mencari kelas dulu” tau-tau tanpa persetujuan Jongdae merangkul Baekhyun sambil melangkah. Baekhyun nampaknya terlalu kaget sampai tidak bisa berekasi apa-apa selain mensejajarkan langkah dengan milik pemuda mungil itu.


“hei, tunggu!” protes Chanyeol, kini Baekhyun berada di tengah-tengah Jongdae dan Chanyeol. Sedikit canggung sebenarnya namun dua orang lainnya nampak acuh.


Well, mungkin masa-masa SMA Baekhyun tidak akan terlalu buruk….

.

.

.

Well, dia tidak salah kali ini. Byun Baekhyun benar-benar menikmati waktu SMA nya. Kehidupan barunya. Meskipun dia tidak berasal dari keluarag kaya, meskipun dia membayar uang sekolah menggunakan beasiswa, tidak  mengurangi alasan bagi orang-orang untuk tidak berteman padanya karena sekali lagi, Baekhyun itu supel. Kelewat supel.


Seoul juga tidak membuat Baekhyun lupa akan kehidupannya di Yanggu dulu. Setiap libur tiba dia tidak pernah lupa pulang ke Yanggu, menghabiskan waktu berkumpul bersama teman-teman lamanya, membantu ibu di kedai atau ayah di toko. Kalaupun dia tidak pulang kesana itu karena Sehun yang berlibur ke Seoul atau orang tuanya yang mengunjungi dia.


Hingga tanpa terasa tinggal hitungan bulan masa-masa SMA nya akan berakhir. Berlanjut ke jenjang selanjutnya, perkuliahan. Dengan nilainya yang selalu di atas rata-rata, Byun Baekhyun bisa saja mendaftarkan diri di universitas terbaik Seoul. Namun seakan Seoul masih belum cukup, dia mau melanjutkan pendidikan ke luar negeri.


Dan sekali lagi, bermodalkan tekad serta nekad Byun Baekhyun mendaftarkan dirinya ke salah satu universitas di New York, tanpa meminta persetujuan orang tuanya terlebih dahulu, tanpa mendaftarkan diri di satu universitas Seoul sekalipun.

***

Mungkin Byun Baekhyun memanglah seorang jenius atau dia saja kelewat beruntung. Karena dua minggu setelahnya sepucuk surat beralamatkan New York datang, terselip di bawah pintu apartemennya tepat ketika dia baru saja pulang menjemput orang tua dan Sehun di terminal.


“surat apa itu, Baekhyun?” Tanya sang ibu sambil berjalan ke arah dapur, sementara tuan Byun ikut bergabung di sofa bersamanya dan Sehun.


“selamat anda di terima di universitas Harvard—woah Hyung! Kau mau kuliah di luar negeri?!!” teriakan Sehun sukses membuat semua perhatian beralih pada Baekhyun.


“oh well, ini hanya iseng kok. Aku mendaftarkan untuk beasiswa dan woah, aku juga tidak tahu kalau bakal di terima” balas Baekhyun sedikit gugup. Masalahnya, dia masih belum memberitahu kedua orang tuanya dan setelah tahu bahwa dia di terima, tentu saja dia mau kesana! tetapi jika kedua orang tuanya tidak mengizinkan….. Baekhyun akan merelakan. Karena menurutnya, dia sudah meminta terlalu banyak.


“kau mau kuliah disana?” kini ibunya sudah ikut bergabung duduk di sofa sebelah sang ayah.


Dia mengangguk pelan. Pandangan tertuju pada kertas di genggaman.


“kau tidak mendaftar di universitas Seoul manapun kan, Baekhyun?”


Sekali lagi dia mengangguk.


“kalau begitu, kau tidak punya pilihan selain mengambil beasiswa itu” Baekhyun, menegakkan kepala. Menatap pada kedua orang tuanya yang tengah tersenyum. Seketika perasaan hangat menyelimutinya, Sehun memeluk dia kelewat erat. Mengucapkan kata “selamat” bertubu-tubi.


Sebenarnya dia siapa sih di kehidupan lalu sampai dia berhak mendapati keluarga berhati malaikat?

***

Seminggu setelah kelulusan SMA, Byun Baekhyun, kedua orang tua, Sehun, Jongdae dan Chanyeol berada di Incheon airport. Menunggu penerbangan Baekhyun ke New York. Dia tidak pergi seorang diri, ada ayahnya. Walaupun ibu dan Sehun mau ikut, mereka tidak bisa. Akibat tiket pesawat yang kelewat mahal, lebih baik uangnya di gunakan untuk keperluan lain.


“Yo, ByunBaek keep in touch okay?” itu suara Chanyeol.


“Baekhyun-ah, jangan lupa telepon aku setiap hari, ya!” itu suara Jongdae.


“hei Jongdae, kau seperti mau di tinggal pacarmu” timpal Chanyeol. Baekhyun tertawa kecil.


Bertambah lagi daftar orang-orang yang pasti akan di rindukannya nanti…

***

New York, jelas sangat-sangat berbeda dari Seoul.


Beruntungnya, Baekhyun tidak perlu repot-repot beradaptasi seorang diri. Hari pertama kuliah dia bertemu Wu Yi Fan. Pemuda jangkung keturunan Canada-Cina. Mungkin dari luar, Yi Fan terlihat dingin, padahal sebenarnya tidak. Pemuda bersurai pirang tersebut menyambut ramah Baekhyun, memberikan Baekhyun tur New York secara gratis dan tidak butuh waktu lama, keduanya menjadi sahabat baik.


Byun Baekhyun juga menempati janji kepada Jongdae dan Chanyeol. Walau tidak menelpon setiap hari, setidaknya mereka bertukar pesan setiap hari. Maklum biaya telepon internasional tidaklah murah. Lalu, biasanya setiap satu malam di akhir pekan  ketiganya menggunakan aplikasi video call untuk berkomunikasi.


Bicara masalah biaya, akibat harga tiket New York – Seoul pun tidak murah, dia harus merelakan pulang satu tahun sekali.  Ada kala ketika dia berkomunikasi dengan kedua orang tua, Baekhyun rasanya ingin menangis. Oh Tuhan, dia rindu masakan ibunya, dia rindu bekerja di toko bersama sang ayah, dia rindu menggoda Sehun.


Dia rindu semuanya….


Namun perasaa itu tidak pernah dia ungkapkan. Dia selalu tersenyum. Menceritakan betapa menyenangkan kampusnya, aktifitasnya sehari-hari, kemudian ketika panggilan itu berakhir, air mata Baekhyun mengalir turun dari kedua kelopak mata tanpa suara.


Ranjangnya menjadi terlalu dingin malam ini…


Dia tidak bisa tidur…


Dia mau di peluk ibu…


Di usap kepalanya sampai terlelap…


Perlahan isaknya mulai terdengar, memenuhi ruang sepi kamarnya. Air mata semakin deras mengalir. Mewakilkan semua perasaan rindu.


Dia mau pulang. Sangat ingin pulang……

***

Bekerja paruh waktu dan bermain bersama Yi Fan adalah dua cara paling efektif menghabiskan waktu luang guna melupakan rindunya akan kampung halaman. Baekhyun bahkan tidak perlu mengeluarkan banyak dollar sewaktu bermain bersama Yi Fan. Mungkin memang sudah menjadi takdir hidupnya di kelilingi orang-orang kaya nan bersahabat.


Biasanya seminggu sekali, Yi Fan akan membawanya ke klub. Menikmati alunan musik yang berdentum keras memekakan telingan sekaligus memaksa tubuh untuk terus bergoyang. Dan masih memang prinsip sama sedari dulu: tidak ada sex.


Terdengar konyol bagi dua pemuda yang tingga di New York? Tentu!


Eventough, they don’t care. They just having fun. Dunia malam hanyalah sekedar hiburan pelepas penat dari tugas kuliah dan masalah lainnya bagi mereka. Tidak satupun dari Baekhyun dan Yi Fan yang mau menemukan sebuah keranjang berisikan bayi dan secarik kertas bertuliskan “dia anakmu, tolong jaga dia baik-baik”


Astaga, tidak. Hal-hal begitu cukup terjadi dalam film saja.

***

Klubing bukanlah hal baru bagi Baekhyun. Dulu sewaktu SMA dia, Jongdae dan Chanyeol sering turut hadir ke acara ulang tahun teman-teman sekolah mereka yang kebanyakan di selenggarakan di klub.


Kadang Baekhyun merelakan uang jajan untuk di gunakan pergi ke sana. Pengeluaran yang bisa di bilang kurang cermat sebenarnya. Meskipun sudah tahu begitu, dia bisa apa? Satu-satunya hal yang paling susah di hindari adalah menari bersama sahabat-sahabat baiknya di bawah cahaya remang lantai dansa hingga seluruh tubuh di bahasi keringat, berteriak kencang-kencang sampai tidak ada suara lagi yang keluar dan terbangun di keesokan pagi, di ranjang entah miliknya ataupun sahabat baiknnya dengan sakit kepala luar biasa, penampilan berantakan yang juga luar biasa, lalu meneratawai satu sama lain.


Itu adalah salah satu momen kesukaan Baekhyun sepanjang hidup.


Berdasarkan itulah, dia tidak berfikir dua kali saat Chanyeol dan Jongdae mengajaknya hadir ke pembukaan klub baru di Seoul yang bertepatan dengan waktu kepulangannya.

***

Pesawatnya tiba pagi hari di waktu Seoul, suasana Incheon nampak masih lenggang. Dia duduk meluruskan kaki di salah satu bangku bandara. Sambil menunggu kedua sahabatnya datang menjemput Baekhyun menghubungi ibunya, memberitahu perihal dia akan menginap sehari di Seoul terlebih dahulu baru pulang ke Yanggu.


“tentu, Baekhyun. Kau pasti sangat lelah setelah perjalanan panjang. Beristirahatlah satu dua hari disana, nak. Apa perlu Sehun dan ayahmu menjemput ke Seoul?”


“tidak perlu bu, aku naik bus saja ke Yanggu baru setelahnya Sehun yang jemput di terminal”


“kau yakin nak?”


“sangat yakin, bu”


Sedari kecil dia dan Sehun tidak pernah perlu meronta-ronta demi mendapatkan sesuatu. Orang tuanya selalu memberi secara Cuma-cuma dan entah mengapa, hal tersebut tidak menjadikan keduanya anak-anak manja. Malah sebaliknya, ketika di tawarkan lebih mereka malah merasa tidak enak hati.


“BYUNBAEK!!!!!!” kepalanya bergerak cepat, mendapati sosok Chanyeol dan Jongdae berlari maraton menujunya. Baekhyun melambaikan sebelah tangan seraya tersenyum “bu, sudah dulu ya teman-temanku sudah disini. Aku hubungi nanti lagi” tandasnya, menyelipkan ponsel tipisnya kedalam saku parka hitam yang dia kenakan baru selanjutnya membuka kedua lengan lebar-lebar, membawa kedua sahabat baik kedalam pelukannya,erat.


“ready to party?” Tanya Chanyeol, menyeringai.

.

.

.

Malam itu, ketiganya menghabiskan malam dengan menari,menyanyi,berteriak, menegak belasan gelas alkohol layaknya semasa SMA. Hingga menjelang pukul 3 pagi, barulah Chanyeol dengan susah payah berkonsentrasi menyetir agar tidak menabrak sesuatu di jalan yang membawa ketiganya pulang ke apartemen Jongdae.


Malam itu, ketiganya tidur di sebuah ranjang yang terlalu kecil untuk tiga tubuh orang dewasa tetapi mereka terlalu lelah untuk perduli. Lelap tidur segera menyergap tak kala menyentuh empuknya ranjang.

***

 Byun Baekhyun menguap lebar untuk yang kesekian kali, kedua tangan di luruskan ke atas, meregangkan otot-otot tubuh yang terasa pegal karena posisi tidur kurang nyaman. Bus nya baru saja berhenti di terminal Yanggu, penumpang lain mulai berhamburan turun sementara dia memastikan terlebih dahulu bahwa lingkar hitam di bawah matanya sudah mulai pudar, surainya tertara rapi. Mengingat bahwa pesta semalam menyebabkan dia kekurangan tidur, bahkan sakit kepalanyapun masih bisa di rasa. Setelah memastikan tampilannya rapi, barulah dia berdiri, mengalungkan tas ranselnya ke punggung dan merajut langkah ke luar.


Ramaianya lautan manusia memenuhi terminal tidak menjadi alasan bagi Baekhyun sulit menemukan sosok sang adik, Sehun. Baru satu langkah turun dari bus saja kedua iris matanya dapat melihat jelas Sehun yang melambai sambil berjalan ke arahnya.


Maklum saja, tubuh Sehun itu tinggi. Lebih tinggi dari Baekhyun, malah sekarang dia sudah setinggi Chanyeol, surai peraknya berkilau di timpa cahaya matahari, mengenakan kacamata hitam, celana pendek biru laut di tambah atasan kaos dan kemeja, Sehun terlihat seperti model.


“penampilanmu benar-benar mencolok” celetuk Baekhyun, keduanya berjalan menuju mobil. Beberapa kali Baekhyun memergoki gadis-gadis menatap kearah adiknya. “yup. Benar-benar mencolok”


“diam dan cepat masuk mobil, hyung. Cuaca hari ini sangat panas” gerutu Sehun. Memasukkan koper milik sang kakak ke bangku belakang lalu duduk di bangku pengemudi, Baekhyun duduk di sampingnya, memasang sabuk pengaman. “ayah dan ibu mana?”


“di rumah, hari ini toko dan kedai tutup lebih cepat”


“kenapa?”


“karena anak pertama keluarga Byun yang kuliah di New York datang”


“aw, kau terdengar cemburu”


“diam,hyung. Aku butuh konsentrasi menyetir” tandas Sehun yang perlahan mulai menginjak pedal gas, Baekhyun tertawa kecil.


“tentu Sehun,tentu kita bisa menunggu sampai tiba di rumah untuk menggodamu” Sehun mengerang kecil medengar kaliamat sang kakak, namun sebuah senyuman tersungging jelas di pojok bibir.


Ya, dia juga rindu candaan kakaknya.

***

Setelah hampir satu tahun, kini seluruh anggota Byun kembali berkumpul, duduk di meja makan kecil mereka bersama. Mengunyah makanan yang nyonya Byun masak sendiri di selingi canda tawa. Baekhyun dengan antusias menceritakan kehidupannya di New York, menggoda Sehun yang ternyata sudah memiliki kekasih, Soojung. Adik dari Jessica Jung kakak kelasnya semasa SMP dulu dan mendengarkan cerita ibunya mengenai kondisi kedai mereka yang akan segera di perluas.


Senyuman lebar terlukis di wajahnya seraya pandangan bergulir satu-satu pada anggota keluarga mungilnya. Sehun yang bertambah tampan namun tetap pendiam, bila menilai dari segi fisik Baekhyun jauh lebih kecil dari Sehun sehingga bisa menimbulkan persespi kalau Sehun adalah kakak. Mengingat penampilannya di terminal tadi Baekhyun yakin adiknya bisa menjadi model terkenal.


Lalu pandangannya beralih ke nyonya Byun, senyuman hangatnya tidak pernah lekang oleh waktu. Rambutnya yang dulu panjang nan lebat telah di potong sebahu, tidak mengurangi sedikitpun kecantikan sang ibu, meskipun keriput mulai tampak di kulit wajahya, bagi Byun Baekhyun ibunya adalah gadis paling cantik di muka bumi. Gadis paling tangguh dan mandiri. Selalu mementingkan keluarga di atas segalanya.


Dulu, sewaktu masih berusia sepuluh tahun, Baekhyun pernah tidak sengaja mendorong temannya yang mengganggunya jatuh kedalam jurang sampai masuk rumah sakit. Baekhyun kecil sangat takut ketika itu. Takut kalau temannya itu meninggal dan juga takut di marahi ibunya.


Tetapi yang terjadi benar-benar  jauh dari bayangannya.


Sang ibu menarik dia kedalam pelukan dalam kondisi menangis, tubuh kecilnya sedikit bergetar. “sssh, Baekhyun jangan menangis, ibu disini” rasa usapan tangan hangat wanita yang melahirkannya di punggung membuat Baekhyun sedikit tenang. Melepas pelukan, nyonya Byun mensejajarkan mata dengan milik anak sulungnya yang masih berlinang airmata, hatinya sedikit nyeri melihat pemandangan itu.


“nak, sekarang beritahu ibu, kenapa kau mendorong Daehyun ke jurang? Kau tidak mungkin mendorongnya begitu saja kan?” Baekhyun spontan mengangguk. Kedua tangan mengusap sisa airmata “Daehyun dan teman-temannya duluan bu yang melempariku sampai ke bibir jurang. Demi Tuhan, aku tidak sengaja mendorongnya bu” tangis Baekhyun pecah lagi. Nyonya Byun langsung mendekapnya, mencoba menenangkan putra kecilnya “tentu, Baekhyun tentu. Ibu tahu itu hanya kecelakaan. Jangan khawatir ibu disini. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu. Tidak akan ada yang menyalahkanmu….”

.

.

.

Ibunya menepati janji.


Tidak ada yang menyalahkan Baekhyun atas kejadian itu. nyonya Byun membela sang anak sulung mati-matian. Menghadapi ancaman keluarga Daehyun yang menuntut akan memenjarakan Baekhyun karena telah mencelakakan anak mereka dengan tenang.


“Baekhyun tidak sengaja mendorong Daehyun jatuh. Itu dia lakukan semata-mata untuk membela diri karena Daehyun dan teman-temannyalah yang duluan mengganggu anakku. Silahkan kalau kalian mau membawa masalah ini ke pengadilan, tapi ingat aku juga bisa menuntut. Ada bukti fisik memar di sekujur tubuh Baekhyun dan dengan begitu, hukumpun pasti setuju tindakan Baekhyun hanyalah membela diri” kalimat itu berhasil membuat keluarga yang mau menuntut Baekhyun bungkam seketika.


Semenjak itulah, Baekhyun sadar betapa besar kasih sayang yang di limpahkan ibu kepadanya. Sekalipun dia melakukan kesalahan, jarang sekali ibunya akan marah, hanya menasehati dengan tutur kata yang lembut. Membuat rasa bersalahnya semakin bertambah. Membuat dia tidak pernah ingin mengecewakan ibunya lagi.


Terakhir, pandangan Baekhyun jatuh pada sang ayah dan dia sedikit terhenyak. Surai hitam legam ayahnya yang dulu mulai berubah menjadi putih, kebotakan mulai nampak jelas. Kulitnya semakin hitam di tambah keriput dan sesekali suara batukterdengar dari tenggorokan sang ayah.


Baekhyun menggigit bibir, apa ayahnya sedang sakit? Seberapa parah?

***

Salah satu hal yang paling Baekhyun suka dari Yanggu adalah ketika malam tiba, dari kursi kayu teras rumahnya dia bisa melihat jelas hamparan kerlap-kerlip bintang memenuhi langit. Sesekali dia memergoki bintang jatuh dan cepat-cepat membuat permohonan.


Masih pada malam yang sama, selesai makan malam dia duduk berdua bersama ayahnya di sana. Tangan masing-masing menggenggam secangkir susu hangat. keduanya tenggelam kagum menatap lukisan tangan sang pencipta hingga suara Baekhyun lah yang memecah keheningan.


“ayah, tidak apa-apa?” dia bertanya tanpa merubah pandang.


“maksudmu?


“ayah tidak sedang sakit kan? Tadi aku perhatikan selagi makan beberapa kali ayah terbatuk…”


“Baek, ayah ini sudah hidup seperempat abad. Jadi wajar kalau ayah sakit” kalimat itu terlontar dalam nada canda, sayang Baekhyun tidak merasa bisa tertawa.


Dia takut…..


Takut kalau harus segera kehilangan ayahnya….


Dia belum lulus kuliah, belum bisa menghasilkan uang banyak sendiri….


Dia masih mau melihat keluarganya berdiri bangga melihat dia mengenakan toga…


Dia masih mau membahagiakan keluarganya dulu….


Dan tanpa sadar Baekhyun meringis, menyebabkan ayahnya menoleh padanya. Dan mungkin khawatirnya tersirat jelas di wajah atau mungkin tanpa sadar dia menyuarakan semua pemikirannya tadi karena kini sang ayah telah meletakkan cangkir minumannya, memutar tubuh memandang langsung pada anak sulungnya.


“Baekhyun, ayah tidak mungkin meninggal secepat itu. Hanya batuk biasa” mendengar itu, dia mengeluarkan semua yang ingin dia utarakan pada ayahnya dalam satu hembusan nafas.


“ayah harus tetap sehat sampai aku mengenakan toga, jadi ayah bisa bercerita dengan bangga kepada seluruh tetangga kalau anakmu ini, Byun Baekhyun berhasil lulus dari Harvard. Universitas terbaik dunia. Ayah harus tetap sehat sampai nanti aku berhasil mengumpulkan uang banyak sehingga kita sekeluarga bisa ke New York, bisa keliling dunia. Ayah harus tetap sehat sampai melihat aku berdiri di depan altar, menikahi gadis yang aku cintai. Ayah harus tetap sehat sampai cucu ayah lahir. Pokoknya ayah harus tetap sehat, aku belum bisa menjadi anak yang membanggakan keluarga, ayah harus tetap sehat…..” kaliamat yang terakhir terdengar lebih seperti isakan. Genggamannya di cangkir semakin erat dan satu bulir airmata jatuh bercampur ke dalam susunya.


Tuan Byun tercenggang, mencerna kata-kata anaknya. Hubungan ayah dan anak itu tidak terlalu renggang, bisa dikatakan dekat. Kendati begitu, ini pertama kalinya tuan Byun mendengar kalimat yang begitu emosional dari anak sulungnya.


“Tentu Baekhyun,tentu. Ayah akan terus sehat untuk kau, Sehun dan ibumu” kata tuan Byun lembut. Dia menatap langsung kedalam mata ayahnya. Ada pandangan teduh disana, yang selalu menyediakan keamanan dan kenyamanan. Membuat perasaan haru semakin menyelimutinya. Bergegas Baekhyun memeluk sang ayah. Berkali-kali mengucapkan ‘ayah harus tetap sehat” dengan suaranya yang semakin serak. Airmatapun mulai bergemul di kedua kelopak mata.


“Tentu Baek, tentu” balas tuan Byun tenang, mengusap surai Baekhyun penuh kasih sayang. Susah mati dia menahan agar airmatanya sendiri tidak tumpah. “dan Baekhyun asal kau tahu, ayah selalu merasa bangga padamu sejak pertam kali kau lahir ke dunia. Jadi, jangan terlalu memaksakan sesuatu untuk membuat ayah bangga. Karena ayah akan selalu bangga padamu, nak…”


Dan kedua lelaki beda usia itu mulai menangis bersama dalam pelukan satu sama lain. Di bawah hamparan bintang-bintang sampai tiba-tiba sebuah bintang melesat jatuh. Baekhyun yang tanpa sengaja melihat itu segera menutup mata, membuat permohonan.

.

.

.

Tuhan… berikan terus kesehatan pada kedua orang tuaku, lancarkan usaha mereka dalam mencari rezeki, bantulah aku dan Sehun untuk membahagiakan mereka, membanggakan mereka, dan Tuhan… tolong terus limpahkan kebahagian dalam keluarga kecil ini…

.

.

.

Amin…..

.

.

.

—END—

1 komentar:

obiajulujacey mengatakan...

Betfair Casino, Gambling Hall & Museum - Mapyro
The Betfair 정읍 출장마사지 Casino, Gambling Hall & Museum 포항 출장마사지 is an 1-minute drive from 제주도 출장안마 the District Council on DRC 군포 출장마사지 Mall. The casino features 12 부천 출장마사지 table games including

Posting Komentar